KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulis diberikan kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan
makalah dengan judul “Etika dan Kewajiban Hukum Profesi
Akuntansi”.
Pertama-tama, penulis ingin menghaturkan rasa terima kasih kepada seluruh
pihak yang telah turut andil dalam memberikan sumbangsih berupa dorongan moral
maupun materil dalam penyelesaian makalah ini.
Meskipun
makalah ini telah diselesaikan, namun kemungkinan besar masih terdapat berbagai
kesalahan dan kekurangan didalamnya, sehingga jauh dari suatu kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman sekalian
atau siapapun yang nantinya membaca makalah ini, kiranya dapat memberikan
masukan-masukan agar tugas kami berikutnya menjadi lebih baik lagi.
Namun,
penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya bagi pembaca dan dapat pula dijadikan sebagai salah satu objek
pembelajaran. Sekian dan terima kasih.
Makassar,
Maret 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Rumusan
Masalah ..................................................................... 1
C. Tujuan
........................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Etika
Profesi Auditor................................................................. 2
B. Kewajiban
Hukum Auditor ....................................................... 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
................................................................................ 13
B. Saran
.......................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Profesi Akuntan Publik merupakan
suatu hal yang sangat penting, khususnya bagi aktivitas berbisnis secara sehat
di Indonesia. Hasil penelitian, analisa serta pendapat dari Akuntan Publik
terhadap suatu laporan keuangan sebuah perusahaan akan sangat menentukan dasar
pertimbangan dan pengambilan keputusan bagi seluruh pihak ataupun publik yang
menggunakannya. Misalnya; para investor dalam mempertimbangkan serta bahkan memutuskan
kebijakan investasinya, para penasehat keuangan ataupun investasi dalam
memberikan arahan pada para investor terhadap keadaan dan prospek dari
perusahaan tersebut, para pemberi pinjaman (lenders) dalam mempertimbangkan
serta memutuskan langkah pemberian ataupun penghentian pinjaman bagi perusahaan
tersebut.
Selama beberapa tahun terakhir ini,
kasus pelanggaran auditing terjadi di Indonesia. Contohnya saja kasus Kantor
Akuntan Publik (KAP) Drs Dadi Muchidin
melalui KMK Nomor: 1103/KM. 1/2009 tanggal 4 September 2009, dengan sanksi
pembekuan selama tiga bulan karena KAP tersebut telah dikenakan sanksi
peringatan sebanyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 48 (empat puluh delapan)
bulan terakhir. Bahkan sampai saat ini, KAP Drs Dadi Muchidin masih melakukan
pelanggaran berikutnya, yaitu tidak menyampaikan laporan tahunan KAP tahun
takwin 2008.
Untuk mencegah pelanggaran tersebut
terulang kembali, maka seorang calon akuntan publik dan seorang akuntan publik
harus mengetahui etika profesi dan kewajiban hukum auditor, serta standar
profesional akuntan publik.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan
yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diajukan adalah :
1. Bagaimana
etika profesi dari auditor?
2. Kewajiban
hukum apa saja yang berkaitan dengan kewajiban hukum (legal liability) bagi
auditor?
C. TUJUAN
1. untuk
memperolah pemahaman mengenai etika profesi auditor
2. untuk
memperoleh pemahaman atas kewajiban hukum yang berkaitan dengan kewajiban hukum
(legal liability) auditor.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. ETIKA PROFESI AUDITOR
1.
Definisi
Etika Profesi
Etika
profesi berasal dari dua kata yaitu etika (adat istiadat atau kebiasaan baik)
dan profesi (bidang kerja). Jadi Etika profesi adalah sikap etis sebagai bagian
integral dari sikap hidup dalam menjalankan kehidupan sebagai pengemban
profesi.
Etika
profesi adalah cabang filsafat yang mempelajari penerapan prinsip-prinsip moral
dasar atau norma-norma etis umum pada bidang-bidang khusus (profesi) kehidupan
manusia.
2.
Peranan Etika dalam Profesi Auditor
Etika profesi sangat diperlukan
dalam profesi seorang auditor, hal ini dikarenakan peranan etika profesi yang
sangat penting bagi seorang auditor. Adapun peranan etika dalam profesi auditor
adalah sebaai berikut:
a.
Audit
membutuhkan pengabdian yang besar pada masyarakat dan komitmen moral yang
tinggi.
b. Masyarakat menuntut untuk memperoleh
jasa para auditor publik dengan standar
kualitas yang tinggi, dan menuntut mereka untuk bersedia mengorbankan diri.
Itulah sebabnya profesi auditor menetapkan standar teknis dan standar etika
yang harus dijadikan panduan oleh para auditor dalam melaksanakan audit
c. Standar etika diperlukan bagi
profesi audit karena auditor memiliki posisi sebagai orang kepercayaan dan
menghadapi kemungkinan benturan-benturan kepentingan.
d. Kode etik atau aturan etika profesi audit menyediakan panduan bagi para
auditor profesional dalam mempertahankan diri dari godaan dan dalam mengambil
keputusan-keputusan sulit.
3.
Prinsip
Etika Akuntan
Etika
sudah menjadi kebutuhan setiap orang dalam menjalankan aktivitas mereka. Etika
merupakan serangkaian prinsip atau nilai moral yang dimiliki oleh setiap orang.
Kegiatan material dan immaterial pasti mempunyai etika tersendiri, termasuk
etika dalam menjalankan profesi. Salah satu profesi yang mempunyai etika adalah
akuntan publik.
Prinsip
etika akuntan atau kode etik akuntan itu sendiri meliputi delapan butir
pernyataan (IAI, 1998, dalam Ludigdo, 2007). Kedelapan butir pernyataan
tersebut merupakan hal-hal yang seharusnya dimiliki oleh seorang akuntan.
Delapan butir tersebut adalah, sebagai berikut:
a.
Tanggung
Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama
anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan
masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya
sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan
meningkatkan tradisi profesi.
b.
Kepentingan
Publik
Anggota
harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa demi melayani
kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen
atas profesionalisme.
c.
Integritas
Integritas
merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya. Untuk memelihara dan
memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab
profesinal dengan integritas tertinggi
d.
Objektivitas
Prinsip
obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka , serta bebas dari benturan kepentingan atau
dibawah pengaruh pihak lain. Seorang anggota harus memelihara objektivitas dan
bebas dari konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional.
Seorang anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi dalam
fakta dan penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya
e.
Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Seorang
anggota profesi harus selalu mengikuti standar-standar etika dan teknis profesi
terdorong untuk secara terus menerus mengembangkan kompetensi dan kualitas
jasa, dan menunaikan tanggung jawab profesional sampai tingkat tertinggi
kemampuan anggota yang bersangkutan.
f.
Kerahasiaan
Seorang
akuntan profesional harus menghormati kerhasiaanin formasi yang diperolehnya
sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh
mengungapkan informasi apa pun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan
spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk
mengungkapkannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan
antara anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
g.
Perilaku
Profesional
Seorang
akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan
dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
h.
Standar
Teknis
Sebagai
profesional setiap anggota dalam melaksanakan tugasnya harus sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya
dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip
integritas dan obyektivitas.
4.
Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Sektor Publik
Aturan
etika merupakan penjabaran lebih lanjut dari prinsip-prinsip etika dan
ditetapkan untuk masing-masing kompartemen. Untuk akuntan sektor publik, aturan
etika ditetapkan oleh IAI Kompartemen Akuntan Sektor Publik (IAI-KASP). Sampai
saat ini, aturan etika ini masih dalam bentuk exposure draft, yang penyusunannya mengacu pada Standard
of Professional Practice on Ethics yang diterbitkan oleh the
International Federation of Accountants (IFAC).
Berdasarkan
aturan etika ini, seorang profesional akuntan sektor publik harus memiliki
karakteristik yang mencakup:
a.
Penguasaan keahlian intelektual yang
diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan.
b. Kesediaan melakukan tugas untuk
masyarakat secara luas di tempat instansi kerja maupun untuk auditan.
c. Berpandangan obyektif.
d. Penyediaan
layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang tinggi.
Penerapan
aturan etika ini dilakukan untuk mendukung
tercapainya tujuan profesi akuntan yaitu:
a.
Bekerja
dengan standar profesi yang tinggi,
b.
Mencapai
tingkat kinerja yang diharapkan
c.
Mencapai
tingkat kinerja yang memenuhi persyaratan kepentingan masyarakat.
Oleh
karena itu, menurut aturan etika IAI-KASP, ada tiga kebutuhan mendasar yang
harus dipenuhi, yaitu:
a.
Kredibilitas
akan informasi dan sistem informasi.
b. Kualitas layanan yang didasarkan
pada standar kinerja yang tinggi.
c. Keyakinan pengguna layanan bahwa
adanya kerangka etika profesional dan standar teknis yang mengatur
persyaratan-persyaratan layanan yang tidak dapat dikompromikan.
B.
KEWAJIBAN
HUKUM AUDITOR
1. Tanggung Jawab Auditor
Dalam hal terjadinya pelangaran
yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan jasanya, baik atas
temuan-temuan bukti pelanggaran apapun yang bersifat pelanggaran ringan hingga
yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya
dikenakan sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan
ijin dan sanksi pencabutan ijin.
Penghukuman dalam pemberian sanksi
hingga pencabutan izin baru dilakukan dalam hal seorang Akuntan Publik tersebut
telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam SPAP dan termasuk juga
pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, serta juga melakukan
pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan
bidang jasa yang diberikan, atau juga akibat dari pelanggaran yang terus
dilakukan walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumya, ataupun
tindakan-tindakan yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya
dugaan pelanggaran profesionalisme akuntan publik.
Akan tetapi, hukuman yang bersifat
administratif tersebut walaupun diakui merupakan suatu hukuman yang cukup berat
bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan Publik , ternyata masih
belum menjawab penyelesaian permasalahan ataupun resiko kerugian yang telah
diderita oleh anggota masyarakat, sebagai akibat dari penggunaan hasil audit
dari Akuntan Publik tersebut.
Selama melakukan audit, auditor
juga bertanggungjawab (Boynton,2003,h.68):
a.
Mendeteksi kecurangan
1)
Tanggung jawab untuk mendeteksi
kecurangan ataupun kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja, diwujudkan dalam
perencanaan dan pelaksanaan audit untuk mendapatkan keyakinan yang memadai
tentang apakah laporan keuangan bebas dari salah saji material yang disebabkan
oleh kesalahan ataupun kecurangan.
2)
Tanggung jawab untuk melaporkan
kecurangan jika terdapat bukti adanya kecurangan. Laporan ini dilaporkan oleh
auditor kepada pihak manajemen, komite audit, dewan direksi
b.
Tindakan pelanggaran hukum oleh klien
1)
Tanggung jawab untuk mendeteksi
pelanggaran hukum yang dilakukan oleh klien. Auditor bertanggung jawab atas
salah saji yang berasal dari tindakan melanggar hukum yang memiliki pengaruh
langsung dan material pada penentuan jumlah laporan keuangan. Untuk itu auditor
harus merencanakan suatu audit untuk mendeteksi adanya tindakan melanggar hukum
serta mengimplementasikan rencana tersebut dengan kemahiran yang cermat dan
seksama.
2)
Tanggungjawab untuk melaporkan tindakan
melanggar hukum. Apabila suatu tindakan melanggar hukum berpengaruh material
terhadap laporan keuangan, auditor harus mendesak manajemen untuk melakukan
revisi atas laporan keuangan tersebut. Apabila revisi atas laporan keuangan
tersebut kurang tepat, auditor bertanggung jawab untuk menginformasikannya
kepada para pengguna laporan keuangan melalui suatu pendapat wajar dengan
pengecualian atau pendapat tidak wajar bahwa laporan keuangan disajikan tidak
sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
Lebih jauh Soedarjono dalam Sarsiti
(2003) mengungkapkan bahwa auditor memiliki beberapa tanggung jawab yaitu:
a.
Tanggung jawab terhadap opini yang
diberikan.
Tanggung jawab ini hanya sebatas opini yang
diberikan, sedangkan laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Hal
ini disebabkan pengetahuan auditor terbatas pada apa yang diperolehnya melalui
audit. Oleh karena itu penyajian yang wajar posisi keuangan, hasil usaha dan
arus kas sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum, menyiratkan bagian
terpadu tanggung jawab manajemen.
b.
Tanggung jawab terhadap profesi.
Tanggung
jawab ini mengenai mematuhi standar/ketentuan yang telah disepakati IAI, termasuk
mematuhi prinsip akuntansi yang berlaku, standar auditing dan kode etik akuntan
Indonesia.
c.
Tanggung jawab terhadap klien.
Auditor
berkewajiban melaksanakan pekerjaan dengan seksama dan menggunakan kemahiran
profesionalnya, jika tidak dia akan dianggap lalai dan bisa dikenakan sanksi.
d.
Tanggung jawab untuk mengungkapkan
kecurangan.
Bila
ada kecurangan yang begitu besar tidak ditemukan, sehingga menyesatkan, akuntan
publik harus bertanggung jawab.
e.
Tanggung jawab terhadap pihak ketiga
Tanggung jawab ini seperti investor, pemberi kredit
dan sebagainya. Contoh dari tanggung jawab ini adalah tanggung jawab atas
kelalaiannya yang bisa menimbulkan kerugian yang cukup besar, seperti pendapat
yang tidak didasari dengan dasar yang cukup.
f. Tanggung
jawab terhadap pihak ketiga atas kecurangan yang tidak ditemukan. Dengan
melihat lebih jauh penyebabnya, jika kecurangan karena prosedur auditnya tidak
cukup, maka auditor harus bertanggung jawab.
2. Pemahaman Hukum dan Kewajiban
auditor
Banyak profesional akuntansi dan
hukum percaya bahwa penyebab utama tuntutan hukum terhadap kantor akuntan
publik adalah kurangnya pemahaman pemakai laporan keuangan tentang perbedaan
antara kegagalan bisnis dan kegagalan audit, dan antara kegagalan audit serta
risiko audit.
Berikut ini defenisi mengenai
kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit menurut Loebbecke dan Arens
(1999,h.787) :
a.
Kegagalan bisnis
Adalah
kegagalan yang terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali utangnya
atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena kondisi ekonomi atau
bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang buruk, atau persaingan yang
tak terduga dalam industri itu.
b.
Kegagalan audit
Adalah
kegagalan yang terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah
karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang
berlaku umum.
c.
Risiko Audit
Adalah
risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disajikan dengan
wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya laporan tersebut
disajikan salah secara material.
Bila di dalam melaksanakan audit,
akuntan publik telah gagal mematuhi standar profesinya, maka besar
kemungkinannya bahwa business
failure juga dibarengi oleh audit failure. Dalam hal yang terakhir ini,
akuntan publik harus bertanggung jawab. Sementara, dalam menjalankan tugasnya,
akuntan publik tidak luput dari kesalahan. Kegagalan audit yang dilakukan dapat
dikelompokkam menjadi ordinary
negligence, gross negligence, dan fraud (Toruan,2001,h.28).
Ordinary negligence merupakan
kesalah yang dilakukan akuntan publik, ketika menjalankan tugas audit, dia
tidak mengikuti pikiran sehat (reasonable care). Dengan kata lain setelah
mematuhi standar yang berlaku ada kalanya auditor menghadapi situasi yang belum
diatur standar. Dalam hal ini auditor harus menggunakan “common sense” dan
mengambil keputusan yang sama seperti seorang (typical) akuntan publik
bertindak.
Sedangkan gross negligence
merupakan kegagalan akuntan publik mematuhi standar profesional dan standar
etika. Standar ini minimal yang harus dipenuhi. Bila akuntan publik gagal
mematuhi standar minimal (gross negligence) dan pikiran sehat dalam situasi
tertentu (ordinary negligence), yang dilakukan dengan sengaja demi motif
tertentu maka akuntan publik dianggap telah melakukan fraud yang mengakibatkan
akuntan publik dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Sebagian besar profesional akuntan
setuju bahwa bila suatu audit gagal mengungkapkan kesalahan yang material dan
oleh karenanya dikeluarkan jenis pendapat yang salah, maka kantor akuntan
publik yang bersangkutan harus diminta mempertahankan kualitas auditnya. Jika
auditor gagal menggunakan keahliannya dalam pelaksanaan auditnya, berarti
terjadi kegagalan audit, dan kantor akuntan publik tersebut atau perusahaan
asuransinya harus membayar kepada mereka yang menderita kerugian akibat
kelalaian auditor tersebut.
Kesulitan timbul bila terjadi
kegagalan bisnis, tetapi bukan kegagalan audit. Sebagai contoh, jika sebuah
perusahaan bangkrut, atau tidak dapat membayar hutangnya, maka umumnya pemakai
laporan keuangan akan mengklaim bahwa telah terjadi kegagalan audit, khususnya
bila laporan audit paling akhir menunjukkan bahwa laporan itu dinyatakan secara
wajar. Lebih buruk jika terdapat kegagalan bisnis dan laporan keuangan yang
kemudian diterbitkan salah saji, para pemakai akan mengklaim auditor telah
lalai sekalipun telah melaksanakannya sesuai dengan standar auditing yang
berlaku umum.
Akuntan publik bertanggung jawab
atas setiap aspek tugasnya, termasuk audit, pajak, konsultasi manajemen, dan
pelayanan akuntansi, sehingga jika benar-benar terjadi kesalahan yang
diakibatkan oleh pihak akuntan publik dapat diminta pertanggungjawabannya
secara hukum. Beberapa faktor utama yang menimbulkan kewajiban hukum bagi
profesi audit diantaranya adalah (Loebbecke dan Arens,1999,h.786):
a.
Meningkatnya kesadaran pemakai laporan
keuangan akan tanggung jawab akuntan public
b.
Meningkatnya perhatian pihak-pihak yang
terkait dengan pasar modal sehubungan dengan tanggung jawab untuk melindungi
kepentingan investor
c.
Bertambahnya kompleksitas audit yang
disebabkan adanya perubahan lingkungan yang begitu pesat diberbagai sektor
bisnis, sistem informasi, dsb
d.
Kesediaan kantor akuntan publik untuk
menyelesaikan masalah hukum diluar pengadilan, untuk menghindari biaya yang
tinggi.
Pemahaman terhadap hukum tidaklah
mudah mengingat pemahaman tersebut menuntut suatu kesadaran dari
perilaku-perilaku yang terlibat di dalamnya dan juga adanya kemungkinan
interpretasi yang berbeda-beda terhadap keberadaan suatu hukum.
Hal ini juga yang terjadi pada
profesi akuntan publik di mana perilaku-perilaku yang terlibat terkadang kurang
memahami secara benar apa yang telah menjadi kewajiban yang nantinya akan
mempunyai konsekuensi terhadap hukum. Suatu pemahaman yang baik terhadap hukum
akan membawa profesi akuntan publik minimal ke dalam praktek-praktek yang
sehat, yang dapat meningkatkan performance dan kredibilitas publik yang lebih
baik.
Sebaliknya apabila akuntan publik
kurang memahaminya pada iklim keterbukaan di era reformasi seperti sekarang ini
maka akan dapat membawa perkembangan fenomena ke dalam konteks yang lebih luas
pada publik yang sudah mulai berani melakukan tuntutan hukum terhadap berbagai
profesi termasuk profesi akuntan publik.
3. Kewajiban Hukum Bagi Auditor
Auditor secara umum sama dengan
profesi lainnya merupakan subjek hukum dan peraturan lainnya. Auditor akan
terkena sanksi atas kelalaiannya, seperti kegagalan untuk mematuhi standar
profesional di dalam kinerjanya. Profesi ini sangat rentan terhadap penuntutan
perkara (lawsuits) atas kelalaiannya yang digambarkan sebagai sebuah krisis
(Huakanala dan Shinneke,2003,h.69).
Lebih lanjut Palmrose dalam
Huanakala dan Shinneka menjelaskan bahwa litigasi
terhadap kantor akuntan publik dapat merusak citra atau reputasi bagi kualitas
dari jasa-jasa yang disediakan kantor akuntan publik tersebut.
Menurut Rachmad Saleh AS dan Saiful
Anuar Syahdan (Media akuntansi, 2003) tanggung jawab profesi akuntan publik di
Indonesia terhadap kepercayaan yang diberikan publik seharusnya akuntan publik
dapat memberikan kualitas jasa yang dapat dipertanggungjawabkan dengan
mengedepankan kepentingan publik yaitu selalu bersifat obyektif dan independen
dalam setiap melakukan analisa serta berkompeten dalam teknis pekerjaannya.
Terlebih-lebih tanggung jawab yang
dimaksud mengandung kewajiban hukum terhadap kliennya. Kewajiban hukum auditor
dalam pelaksanaan audit apabila adanya tuntutan ke pengadilan yang menyangkut
laporan keuangan menurut Loebbecke dan Arens serta Boynton dan Kell yang telah
diolah oleh Azizul Kholis, I Nengah Rata, Sri Sulistiyowati dan Endah Prepti
Lestari (2001) adalah sebagai berikut:
a.
Kewajiban kepada klien (Liabilities to
Client) Kewajiban akuntan publik terhadap klien karena kegagalan untuk
melaksanakan tugas audit sesuai waktu yang disepakati, pelaksanaan audit yang
tidak memadai, gagal menemui kesalahan, dan pelanggaran kerahasiaan oleh
akuntan public
b.
Kewajiban kepada pihak ketiga menurut
Common Law (Liabilities to Third party) Kewajiban akuntan publik kepada pihak
ketiga jika terjadi kerugian pada pihak penggugat karena mengandalkan laporan
keuangan yang menyesatkan
c.
Kewajiban Perdata menurut hukum
sekuritas federal (Liabilities under securities laws) Kewajiban hukum yang
diatur menurut sekuritas federal dengan standar yang ketat.
d.
Kewajiban kriminal (Crime Liabilities)
Kewajiban hukum yang timbul sebagai akibat kemungkinan akuntan publik
disalahkan karena tindakan kriminal menurut undang-undang.
Sedangkan
kewajiban hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia secara eksplisit
memang belum ada, akan tetapi secara implisit hal tersebut sudah ada seperti
tertuang dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), Standar Akuntansi
Keuangan (SAK), Peraturan-Peraturan mengenai Pasar Modal atau Bapepam, UU
Perpajakan dan lain sebagainya yang berkenaan dengan kewajiban hukum akuntan
(Rachmad Saleh AS dan Saiful Anuar Syahdan,2003).
Keberadaan
perangkat hukum yang mengatur akuntan publik di Indonesia sangat dibutuhkan
oleh masyarakat termasuk kalangan profesi untuk melengkapi aturan main yang
sudah ada. Hal ini dibutuhkan agar disatu sisi kalangan profesi dapat
menjalankan tanggung jawab profesionalnya dengan tingkat kepatuhan yang tinggi,
dan disisi lain masyarakat akan mempunyai landasan yang kuat bila sewaktu-waktu
akan melakukan penuntutan tanggung jawab profesional terhadap akuntan publik.
Dari
uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kewajiban hukum bagi seorang akuntan
publik adalah bertanggung jawab atas setiap aspek tugasnya sehingga jika memang
terjadi kesalahan yang diakibatkan oleh kelalaian pihak auditor, maka akuntan
publik dapat dimintai pertanggung jawaban secara hukum sebagai bentuk kewajiban
hukum auditor.
4.
Tanggapan
Profesi Terhadap Kewajiban Hukum
AICPA dan profesi mengurangi resiko
terkena sanksi hukum dengan langkah-langkah berikut :
a.
Riset dalam auditing
b.
Penetapan standar dan aturan.
c.
Menetapkan persyaratan untuk melindungi
auditor
d.
Menetapka persyaratan penelaahan sejawat
.
e.
Melawan tuntutan hukum
f.
Pendidikan bagi pemakai laporan
g.
Memberi sanksi kepada anggota karena
hasil kerja yang tak pantas
h.
Perundingan untuk perubahan hukum
5.
Tanggapan
Akuntan Publik Terhadap Kewajiban Hukum
Dalam
meringankan kewajibannya auditor dapat melakukan langkah-langkah berikut :
a.
Hanya berurusan dengan klien yang
memiliki integritas
b.
Mempekerjakan staf yang kompeten dan
melatih serta mengawasi dengan pantas
c.
Mengikuti standar profesi
d.
Mempertahankan independensi
e.
Memahami usaha klien
f.
Melaksanakan audit yang bermutu
g.
Mendokumentasika pekerjaan secara
memadai
h.
Mendapatkan surat penugasan dan surat
pernyataan
i.
Mempertahankan hubungan yang bersifat
rahasia
j.
Perlunya asuransi yang memadai
k.
Mencari bantuan hukum
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Mengingat profesi akuntan publik sangat
penting perannya dalam dunia bisnis di Indonesia, maka Akuntan Publik harus
selalu menjaga integritas (integrity) dan profesionalisme melalui pelaksanaan
standar dan kode etik profesi secara konsekuen dan konsisten. Dalam setiap
penugasan yang diberikan, Akuntan Publik harus selalu bersikap independen dan
menggunakan kemahiran jabatannya secara profesional (due professional care).
Akuntan Publik dan KAP agar
menghindarkan diri dari tindakan tercela, seperti kolusi (collusion) dengan
klien atau menutupi terjadinya tindak kecurangan (fraud) yang sangat merugikan
berbagai pihak. Semoga Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik (RUU-AP) yang
telah disusun cukup lama tersebut, segera dapat ditetapkan oleh Pemerintah
beserta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menjadi UU-AP, sehingga akuntan publik
memiliki landasan operasional (aspek legal) yang kuat dan masyarakat (publik)
mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan malpraktik yang melanggar kode
etik profesi.
B.
SARAN
1. Setiap
anggota kelompok hendaknya menguasai makalahnya masing- masing
2. Setiap
anggota kelompok hendaknya tidak memaksakan pendapatnya masiing- masing